Makan Harta Pelaku Maksiat Hukumnya Boleh dengan Syarat Mengingkari Kemungkarannya

3-9-2025 | IslamWeb

Pertanyaan:

Saya memiliki kerabat yang bekerja sebagai musisi, pemain biola dalam konser-konser musik di negara-negar Arab dan daerah lainnya. Apakah jika saya makan makanannya dalam suatu undangan merupakan sesuatu yang haram? Untuk diketahui, jika saya tidak makan di tempatnya, maka hal itu bisa membawa pada berbagai permasalahan, seperti memutus hubungan silaturrahmi antar dua saudara. Apakah menerima hadiah darinya hukumnya juga haram?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.

Memenuhi undangan kerabat yang Anda sebutkan ini, dan memakan makanannya, serta menerima hadiahnya hukumnya boleh. Bahkan hal itu dianjurkan sesuai dengan keumuman sabda Nabi  may  Allaah  exalt  his  mention, "Seandainya aku diundang untuk memakan paha atau kaki kambing, niscaya aku akan memenuhi undangan itu. Seandainya aku dihadiahi paha atau kaki kambing niscaya aku menerimananya." [HR. Al-Bukhari].

Dan juga sabda beliau, "Jika salah seorang dari kalian mengundang saudaranya, hendaklah ia memenuhinya, baik pesta perkawinan ataupun yang lainnya." [HR. Muslim]

Hal itu juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa seorang Yahudi mengundang Nabi  may  Allaah  exalt  his  mention untuk memakan roti gandum dan lemak sanikhah (yang telah berubah baunya), dan beliau memenuhi undangan itu. Namun kebolehan memenuhi undangan itu disyaratkan di sana tidak terdapat kemungkaran, atau terdapat kemungkaran, akan tetapi yang diundang bisa mengingkari atau mengubahnya. Karena dengan memenuhi undangan itu berarti yang bersangkutan telah memadukan antara dua kewajiban. Hendaklah yang bersangkutan menasihati orang yang mengundang, melarangnya melakukan kemungkaran yang sedang ia lakukan, dan menjelaskan kepadanya kemakruhan apa yang ia lakukan. Demikianlah, para ulama menyebutkan bahwa dalam meninggalkan dan memboikot orang-orang fasik hendaknya dipertimbangkan kemashlahatan yang diakibatkan atau diharapkannya. Seandainya dalam menjauhi mereka terdapat manfaat, seperti membuat mereka menyesal atas perbuatan mereka, atau membuat mereka malu, maka mereka ditinggalkan dan diboikot. Dalilnya, Rasulullah  may  Allaah  exalt  his  mention memerintahkan kaum muslimin memboikot tiga orang shahabat yang tidak ikut berperang, dan melarang bergaul dengan mereka. Hal itu mendatangkan manfaat yang besar bagi ketiganya, dan mereka kembali kepada Allah—`Azza wajalla. Bumi yang luas terasa begitu sempit bagi mereka. Sehingga mereka bertaubat kepada Allah, dan Allah pun menerima taubat mereka. Namun jika pemboikotan itu tidak mendatangkan manfaat bagi mereka, dan hanya akan berdampak saling memutus tali silaturrahmi dan saling beradu punggung, dan ia dilakukan hanya karena kemaksiatan di dalamnya, bukan karena kekufuran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Nabi  may  Allaah  exalt  his  mention bersabda, "Tidak halal bagi seorang mukmin menjauhi saudaranya lebih dari tiga malam." [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Wallahu a`lam.

www.islamweb.net